Patingtung /kendang pencak
Patingtung termasuk jenis kesenian tradisional yang paling banyak digemari oleh masyarakat tua ataupun muda. Hampir di tiap kelurahan se-kota Cilegon, kesenian ini tumbuh dan berkembang mencari identitasnya masing-masing. Pada saat ini yang masih aktif tercatat 34 komunitas patingtung se-kota Cilegon yang tergabung dalam Persatuan Pendekar Persilatan & Seni Budaya Banten Indonesia “PPPSBBI”.
Jumlah kesenian tiap grup ini cukup banyak, antara 20-30 orang, tukang kendang 2 orang, tukang terompet seorang, tukang goong 3 orang, tukang ketug seorang, tukang kecrek seorang pemain patingtung rata-rata mengasai silat beladiri.Busana yang dipakai pemain pada umumnya berwarna hitam atau gelap. Yaitu baju kampret celana pangsi dan ikat kepala.
Jenis kesenian ini biasa dipentaskan siang atau pada malam hari dan juga bisa dipentaskan di panggung atau di tanah lapang. Biasanya setelah gembrungan atau dikenal oleh masyarakat masa kini chek sound, untuk menginstrumenkan nada serta suara yang dikeluarkan. Apabila suara goong kurang enak didengar maka goong di kasih minum (disiram dengan air bagian dalam goong). Lamanya pementasan ini biasanya berlangsung 7 jam.
- Bendrong LesungBendrong Lesung merupakan salah satu kesenian tradisional Banten yang hampir punah keberadaannya. Sekitar 20 tahun yang lalu, kesenian jenis ini masih bisa di jumpai terutama pada event tertentu, seperti acara pernikahan, khitanan atau hajatan lain pada tradisi masyarakat Banten kala itu. Kesenian ini dilahirkan dari irama khas yang diakibatkan bendrongan antara alu dan lesung yang diadu-adu.Karena pergeseran waktu, kini kesenian tersebut hanya terdapat pada beberapa komunitas kecil pribumi yang masih aktif melestarikannya dan itupun jarang sekali. Mungkin anak muda sekarang tidak mengenal samasekali seperti apa pertunjukan Bendrong Lesung itu. Bentuk kesenian ini menggunakan media Lesung dan Alu yang diadu atau di bendrongkan. Khasanah seni yang satu ini jika dimainkan secara piawai akan menimbulkan irama khas tersendiri dan merupakan kesenian yang ditimbulkan paduan nada ritmis yang atraktif. Lesung dipukul seperti layaknya menumbuk padi seperti zaman dulu sebelum ada penggilingan padi. Sedang untuk bahan membuatnya, lesung biasanya terbuat dari kayu nangka sementara alunya terbuat dari kayu pohon tangkil/melinjo atau bisa juga dari kayu sawo kecik.
- DebusKesenian tersebut berawal diberi nama AI-Madad (bermain besi), seiring dengan perubahan serta perjalanan waktu jenis kesenian ini semakin hari semakin menunjukkan kebolehan dalam bermacam-macam atraksi sebagai kelengkapan pertunjukan masyarakat. Sebagai kesenian yang banyak menggunakan megis, tidak sembarang orang dapat memerankan pertunjukan akrobatiknya sebelum mempelajari teknik dan beberapa persaratan yang harus dijalankan sebelum manggung. Alat-alat yang digunakan untuk menggelar pertunjukan kesenian debus terdiri dari 3 buah terbang gede (Rebana ukuran besar yang garis tengahnya berukuran 75 cm), disebagian daerah ada yang menggunakan ketimping keci-kecil (rudat) berjumlah sepuluh buah, 1 pasang gondang, 7 buah senjata (al-madad/gada yang terbuat dari gagang kayu ukuran besar berbentuk bulat yang ujungnya ditancapkan besi seperti ujung trisula). Ada beberapa tambahan pertunjukan sehingga banyak peralatan yang membahayakan seperti: golok, pecahan kaca, paku, gergaji palu, dll. Peralatan tersebut digunakan semata-mata untuk mempertunjukkan kekebalan tubuh.
Rudat
Kesenian Rudat mulai tumbuh sebelum terjadi peristiwa Geger Cilegon dengan tokohnya yaitu KH. Madir, KH. Abdurahman, dan diteruskan oleh KH. Soleman yang pernah pergi ke Jazirah Arab untuk belajar ilmu agama. Oleh karena itu kesenian ini dapat dikatakan berasal dari Jazirah Arab.
Budaya seni lagu dengan irama nasyidah, burdah serta syair-syair pujian dengan lafdz-lafdz dzikir yang dilagukan seperti sikkah, qodiem, haerbbi, rakbi, qolun, diwani dan hijaji. Diiringi dengan gerak tubuh dan tabuhan terbang (rebana). Atas prakarsa alim ulama dan para satria kesenian ini dilestarikan dari zaman ke zaman sampai sekarang ini. Pertunjukan yang dipagelarkan dalam seni rudat adalah: Salam, Munajat, Tawassul, Do’a, Tanda Kenabian, dan Salawat Nabi. Jumlah pemain 10 orang masing-masing memegang alat rebana dalam kesenian rudat adalah: gendung, bibiet, nelu, mingpat, nganak, gendung bibie, kemcang, ngiring anak, ngiring ampat dan kempul.Ditambah dengan penari 6-8 orang.
Ubrug
Seni ubrug biasanya melibatkan 20 personil, yang terdiri dari 6 nayaga yang bertuga sebagai pemain kendang, goong, bonang, rebab, kecrek dan ketuk ditambah dengan 14 pemain pentas (actor). Dalam pertunjukkan ubrug juga harus ada seorang jurunandang (sinden) yang biasanya seorang wanita yang memiliki suara merdu dan memiliki perawakan yang enak dipandang.
Dalam pertunjukkan ubrug juga terdapat seorang aktor yang berperan sebagai pelawak. Menari sambil melawak untuk membuat penonton tertawa adatah keahlian aktor lawak ini. Pakaian personil ubrug biasanya disesuaikan dengan peran yang dibawakan oleh para aktor. Juru nandang biasanya memakai pakaian dengan motif dan warna mencolok. Aktor lawak menggunakan pakaian dan make-up yang nampak jenaka. Ubrug biasanya dipertunjukkan di atas panggung terbuka berukuran kurang lebih 5×6 meter yang dibagi menjadi dua bagian: Bagian belakang, tempat nayaga; dan bagian depan yang dipisahkan oleh kain membentang yang bertuliskan nama dan asal komunitas seni ubrug tersebut.
Gacle (Sulap ala Banten)
Gacle atau gacrik melupakan kesenian yang biasa nempel pada kesenian debus, banyak sebagian orang menyebut bahwa gacle adalah salah satu atraksi pada kesenian debus. Gacle adalah kesenian tersendiri, jenis kesenian ini lahir dari permainan anak-anak di wilayah Serang Timur tepatnya di Keragilan. Pemain gacle biasanya melibatkan anak-anak yang masih berumur 8 hingga13 tahun untuk di jadikan gaclenya. Seiring dengan perkembangan zaman, kemudian gacle ini dikombinasikan dengan kesenian ubrug dan patingtung hingga tampilannya menarik. Beberapa alat kesenian yang digunakan dalam pentas Gacle, antara lain 2 buah kendang tanggung, sebuah terompet dan 3 buah goong yang berbeda. Yang paling besar berukuran garis tengah 38 cm, dan tebal 6 cm, yang kedua berukuran 35 cm, dengan ketebalan 4 cm, kemudian ditambah dengan sebuah ketuk, satu set kecrek yang terbuat dari perunggu.
Pemain gacle biasanya berjumlah 14 orang terdiri dari laki-Iaki dan perempuan. Diantaranya 8 orang sebagai penabuh gamelan, kemudian 5 orang sebagai penari dan seorang perempuan sebagai penari. Busana yang dikenakan pada umumnya baju kampret berwana hitam atau gelap dan celana pangsi berwarna hitam dan ikat kepala yang disebut lomar terbuat dari kain batik loreng. Sementara penari atau wanita yang dijadikan gade mengenakan busana baju kurung, celana sontog, onyak/rawis mua, amplok-amplok, singer, kalung, selendang, ban tangan dan kaki, keris dan kaca mata hitam. Para penari semua berputar-putar sebanyak tiga kali mengelilingi korban yang dijadikan gade yang sedang ditutup dalam sangkar dengan kondisi semua anggota tubuhnya terikat tali. Setelah semua penari mengelilingi kurungan sebanyak tiga kali, kemudian mereka mengangkat penutup kain pada kurungan tersebut sambiI menyanyikan: angkat sampeyong sayong buying lelima. Dalima
Rampak Dayak
Jenis kesenian ini merupakan aktivitas masyarakat tradisiona/ dalam arak-arakan (kamaval), rampak dayak ini sebenamya gabungan dari rangkaian kegiatan kesenian antara lain: kendang penca, patingtung, rudat, kasidah, terbang gede. Iengkap dengan pasukannya, 8 orang kesatria, 1 orang cfisebut mayora. Dibelakang pasukan terdapat beberapa orang yang menggunakan kostum seperti: u/ama, jawara, petani, ne/ayan, pendekar, penjudi, anak-anak, ibu-ibu, onde/-onde/, dan masyarakat sekampung bahkan sedesa. Menurut masyarakat penggerak kesenian rampak dayak ini kesenian ini berawal dari sultan Hasanuddin Banten untuk mengislamkan masyarakatnya dengan media mengiring pengantin sunat maupun pengantin mempelai yang dibiayayi oleh masyarakat yang sudah muslim.
Qiroat
Seni Qira’at adalah seni baca al-Qur’an dengan lagu (melodi) yang dikenal dengan ‘tujuh macam lagu Misri,’ yaitu (1) bayyati, (2) Hijaz, (3) Shaba, (4) Rast, (5) Jiharkah, (6) Sika, (7) Nahawand, (8) Usyaq’ ala Rast. Tujuh macam lagu tersebut menjadi lagu pokok dalam seni baca al-Qur’an dan memiliki karakteristik nada yang berbeda.
Marawis
Marawis adalah satu seni jenis seni “band tabok” dengan perkusi sebagai alat utamanya. Musik ini merupakan kalaborasi antara kesenian Timur Tengah dan nusantara, dan memiliki unsur keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian dan kecintaan kepada sang pencipta Selain menggunkan marawis, alat musik tetabuhan lainnya yang digunakan adalah hajir atau gendang besar. Hajir ini memiliki diameter 45 cm dan tinggi 60-70 cm. Kesenian ini juga menggunkan dumbuk, sejenis gendang yang berbentuk dangdang, tamborin dan ditambah lagi dua potong kayu bulat berdiameter 10 cm. Musik ini dimainkan oleh minimal sepuluh orang. Setiap orang memainkan satu buah alat sambil bernyanyi. Terkadang, untuk membangkitkan semangat, beberpa orang dari kelompok tersebut bergerak sesuai dengan irama lagu. Semua pemainnya pria, dengan busana gamis dan celana panjang, serta berpeci.
Reog
Reog adalah salah satu seni yang beredar di Jawa Timur bagian Barat-Laut dan Ponorogo yang dianggap sebagai asal reog yang sebenarnya. Akan tetapi di kota Cilegon yang terletak di ujung barat pulau Jawa terdapat juga kesenian reog. Kesenian reog identik dengan magis dan dapat mereka buktikan dengan kemampuan mereka dan religi/kebatinan yang sangat kuat.
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberpa peristiwa seperti pernikahan, khitanan, dan hari-hari besar nasional. Seni Reog terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakean serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 orang gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-Iaki yang berpakean wanita. Tanan ini dinamakan tarian jaran kepang, yang harus dibedakan dengan jenis tari lainnya yaitu kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Salah satu adegan adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung ayam merak. Berat topeng ini biasanya mencapai 50-60 kg. Topeng yang barat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya dperoleh dengan laitihan spiritual seperti puasa dan bertapa.
Gambus
Gambus merupakan salah satu musik yang telah berusia ratusan tahun. Sampai kini masih tetap populer. Berkembang sejak abad ke-19, saat berdatangan para imigran Arab dari Hadramaut (Republik Yaman) ke nusantara. Kalau walisongo menggunkan gamelan sebagai sarana dakwah, para imigran Hadramaut yang datang belakangan menjadikan gambus sebagai saranyanya. Dengan menggunakan sair-sair kasidahan, mengajak masyarakat mendekatkan diri pada Allah dan mengikuti teladan Rasul-Nya.
Rebana (ketimpring/kasidah)
Penyebaran jenis kesenian perkusi yang menggunakan rebana sangat merata seantero nusantara dari pusat kota hingga ke pinggiran. Jenis musik khas padang pasir ini memiliki nama dan aransemen bemeda-beda disetiap peredarannya. Di Banten saja terdapat beberapa nama dan aransemen serta teknik pukul seperti: terebang rudat, terebang gede, terebang ketimpring, terebang kosidah, terebang hadroh. Sementara di Betawi disebut rebana biang, rebana burdah, rebana muakhid, rebana kosidah, rebana dor, rebana hadroh, rebana maulid, rebana ketimpring. Personil ketimpiring mencapai 9-12 orang dengan rincian sebagai berikut: 3 Qrang menabuh bas sementara 3 lagi menabuh rebana telingting, dan 2 orang menabuh markis (kecrek) 1 orang vokalis-serta sisanya sebagai backing vocal, biasanya vocal dan beking vocal bergantian dalam membawakan lagu-lagunya.
Terbang Gede
Terbang Gede adalah salah satu kesenian tradisional Banten yang tumbuh dan berkembang pada waktu para penyebar agama Islam menyebarkan ajarannya di Banten. Itulah sebabnya kesenian ini berkembang pesat di lingkungan pesantren dan masjid-masjid, terutama di Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon. Nama Terbang Gede diberikan karena salah satu instrumen musik utamanya adalah Terbang Gede (gede). Pada awalnya kesenian ini berfungsi sebagai sarana penyebaran agama Islam, tetapi kemudian berkembang sebagai upacara ritual seperti: ngarak penganten, ruwatan rumah, syukuran bayi, hajat bumi, juga hiburan. Kesenian ini dimainkan oleh beberapa orang, biasanya laki-laki lanjut usia. Pemainnya terdiri dari Penabuh Terbang Gede (besar), penabuh sela, penabuh pengarak, penabuh kempul, penabung koneng. Dalam permainannya, diiringi dengan sholawatan nabi dalam bahasa Arab ataupun Jawa Banten.
Rampak Bedug
Rampak bedug atau Ngadu Bedug merupakan salah-satu kesenian dari kabupaten Pandeglang yang paling menonojol. Seni Rampak Bedug adalah peragaan keahlian untuk ketahanan dan seni dalam menabuh bedug. Bedug yang ditabuh berukuran besar sebanyak 8-12 buah dikombinasikan dengan tringtit. Kesenian rampak bedug ini berawal dari adu bedug pada setiap malam takbir (Hari Raya) masyarakat memperlihatkan keahlian memainkan alat dan ketahanan tubuh dalam menabuh bedug, sehingga lambat laun berkembang yaitu menjadi satu bentuk kesenian yang atraktif dan humoris.
Angklung Buhun.
Kesenian ini berawal digunakan oleh suku baduy untuk upacara pesta panen atau upacara minta hujan. Edaran angklung buhun ini sekarang bukan hanya di wilayah asalnya Banten akan tetapi diwilayah Sukabumi, Garut, Bogor pun sudah menjadi kesenian rakyat. Pada kesenian ini dasarnya hanya mengikuti nada dan irama yang dikeluarkan dari sebatang bambu dari berbagai ukuran. Angklung buhun ini dimainkan oleh 8 orang pemain,3 orang bermain dogdong (kendang yang panjang dengan ukuran 4-7 inchi) , dan 5 orang memegang angklung yang berukuran beragam dari yang kecil sekitar 40 cm hingga yang terbesar berukuran 120 cm. Cara bermain angklung buhun ini pemain sambiI menggoyangkan angklung dan menabuh dogdog berputar-putar mengelilingi arena pertunjukan dan saling mengadu bahu. Durasi permainannya antara 20-40 menit.
Jaran Bilik/Kuda Lumping
Jaran bilik yang biasa di sebut oleh orang Banten mungkin karena media yang dipakai oleh pelaku Jaran Bilik terbuat dari bilik (menurut bahasa Cilegon geribig). Jenis kesenaian beredar di seluruh wilayah pulau Jawa termasuk juga kota Cilegon. Jenis kesenian yang mengandung mistik cukup kental ini, sangat tergantung pada irama dan suasana dalam pementasan. Sehingga bentuk pementasan jaran bilik ini sangat atraktif sampai memakan beling dan padi bahkan sampai minum air comberan. Pemaian yang terlibat dalam Jaran Bilik ini empat orang sampai enam orang. Dengan kostum serba hitam dan bilik yang menyerupai jaran(kuda) yang sudah dihiasi seperti layaknya kuda aslinya. Dalam pementasannya biasanya diiringi dengan musik patingtung.
Bal-balan Geni (Bola Api)
Bola api atau bal-balan geni ini biasa dilakukan oleh para santri pada bulan Ramadhan sebagai olah raga tradisional. Hampir di seluruh wilayah dan pesantren-pesantren tertua di nusantara terdapat bentuk kesenian ini. Karena bola api ini adalah wujud keberhasilan santri sebagai siswa didik yang memperdalam keagamaan. Kesenian jenis ini adalah kesenian bentuk olah raga, dengan media serabut kelapa yang sudah dibuang batoknya dan diikat kembali menyerupai bola lalu dikasih minyak tanah dan dinyalakan. Para pemain bola api terdepat dua regu, satu regu berjumlah 5-6 orang, dengan saling menyerang seperti bermain sepok bola biasa. Permainan ini biasa dimainkan pada malam hari, ketika terang bulan. Jenis permainan ini sebenarnya tidak menggunakan magis sebagai kekebalan dari api, akan tetapi kecepatan dan ketangkasan yang bisa menyelamatkan dari panasnya api. Kecepatan yang tidak bisa menimbulkan panasnya api tidak kurang dari 0,25 detik, sehingga api tidak melukai kaki atau tubuh para pemain.
Pantun
Pantun adalah alat musik tradisional khas masyarakat Cilegon yang terbuat dari bambu berdiameter rata-rata 10 cm, panjang 80 cm, beruas dua dengan lubang ditengah dan berlidah disayat dengan tiga buah senar sembilu bernada empat tangga nada goong. Dalam satu group pantun dibutuhkan paling sedikit tiga pantun yang terdiri dari pantun melodi gendang tepak, pantun bas gendang bung, pantun ritmen gendang blampak Apabila dimainkan secara serempak akan menimbulkan bunyi mirip dengan iringan patingtung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar